Fungsionalisme, Konflik & Interaksionisme
FUNGSIONALISME STRUKTURAL
Robert Nisbet pernah berpendapat
bahwa fungsionalisme struktural “tak diragukan lagi, adalah satu-satunya teori
paling signifikan dalam ilmu sosial pada abad ini” (dikutip dalam Turner dan
Marsyanski, 1979: xi). Teori fungsional disebut juga teori integrasi atau teori
konsensus. Tujuan utama pemuatan teori
ini tidak lain agar pembaca lebih jelas dalam memahami masyarakat secara
integral.👿
Fungsionalisme
Struktural Talcott Parsons
Struktur dalam pandangan Parsons bersifat fungsional. Hal
inilah yang dijelaskan dalam empat imperatif fungsional yang disebut sebagai
skema A G I L. Fungsinya adalah
“suatu gugusan aktivitas yang diarahkan untuk memenuhi satu atau beberapa
kebutuhan sistem”. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional tersebut harus
menjalankan keempat fungsinya:
1.
Adaptation
(Adaptasi): sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar.
Ia harus beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan
kebutuhan-kebutuhannya.
2.
Goal attainment
(Pencapaian tujuan): Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan
utamanya.
3.
Integration
(integrasi): sistem harus mengatur hubungan bagian-bagian yang menjadi
komponennya. Ia pun harus mengatur hubungan antar ketiga imperatif fungsional
tersebut (A, G, L).
4.
Latency (latensi /
pemeliharaan pola): Sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbarui
motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan
motivasi tersebut.
Parsons
mendesain skema AGIL agar dapat digunakan pada semua level sistem teoritisnya.
Dalam pembahasan keempat sistem tindakan tersebut, akan dijabarkan proses
Parsons menggunakan AGIL.
· Organisme behavioral adalah sistem tindakan yang menangani fungsi adaptasi dengan menyesuaikan
dan mengubah dunia luar.
· Sistem kepribadian menjalankan fungsi pencapaian tujuan dengan mendefinisikan tujuan sistem
dan memobilisasi sumber daya yang digunakan untuk mencapainya.
· Sistem sosial menangani
fungsi integrasi dengan mengontrol bagian-bagian yang menjadi komponennya.
· Sistem kultural menjalankan
fungsi latensi dengan membekali aktor dengan norma dan nilai-nilai yang
memotivasi mereka untuk bertindak.
Beberapa
kritik pokok yang di tujukan pada fungsionalisme tradisional yang diterapkan
oleh Talcott Parsons, yaitu :
- Terlalu melebih-lebihkan kesatuan, stabilitas, dan keharmonisan sistem
sosial
- Terlalu meyakini adanya karakter yang positif
- Merupakan pendekatan sistem sosial non-historis
- Menganggap institusi yang ada sangat diperlukan dan tidak dapat
dipisahkan
- Gagal menggambarkan adanya perubahan sosial
Fungsionalisme
Struktural Robert Merton
Dengan mengacu pada pemikiran max weber, William I.
Thomas, dan Emile Durkheim, merton berupaya memusatkan pada masalah
struktur sosial. Merton menyoroti 3
asumsi yang terdapat dalam teori fungsional. Ketiga asumsi/postulat sebagai
berikut:
1. Kesatuan fungsional masyarakat merupakan suatu keadaan
dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu
tingkat tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi.
2. Postulat fungsionalisme universal. Postulat ini
menganggap bahwa "seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku
memiliki fungsi-fungsi positif"
3. Postulat indispensability, bahwa "dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek material, dan
kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang
harus dijalankan dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam
kegiatan sistem sebagai keseluruhan".
Tetapi
ketiga postulat ini memiliki kelemahan:
(1)
Tidak mungkin mengharapkan terjadinya integrasi masyarakat yang benar-benar
tuntas.
(2)
Kita harus mengakui adanya disfungsi maupun konsekuensi fungsional yang positif
dari suatu elemen kultural.
(3)
Kemungkinan alternatif fungsional harus diperhitungkan dalam setiap analisis
fungsional.
Merton
menolak postulat fungsional yang masih mentah. Ia menyebarkan paham kesatuan
masyarakat yang fungsional, fungsionalisme universal dan indispensability. Menurutnya,
struktur yang ada dalam sistem sosial adalah realitas sosial yang
dianggap otonom, dan merupakan organisasi keseluruhan dari bagian-bagian yang saling
tergantung. Analisis paradigma Merton antara lain:
1)
The functional unity postulat
2)
The issue of functional universality
3)
The issue indispensability
Paradigma ini bersifat fungsional, disfungsional, dan
fungsional universal. Hal ini menjadikan posisi individu tergantung pada
sistem/struktur.
Teori
fungsionalisme struktural yang dikembangkan oleh Merton pada tahun 1948
mendapat beberapa kritik.
Pertama, teori Merton masih bersifat
konservatif yang terpusat pada struktur sosial daripada perubahan sosial. Dan menekankan kesatuan, stabilitas, dan
harmoni sistem sosial. Kenyataannya fungsionalisme struktural cenderung menjadi
teori sosial yang bersifat konservatif.
Kedua, dengan menggunakan kekuatan yang
bersifat deskriptif, pendekatan Merton memusatkan pada struktur masyarakat dan
memberi tekanan pada status quo, oleh sebab
itu fungsionalisme merupakan studi tentang utopia daripada tentang realitas.
TEORI KONFLIK
Teori
konflik memiliki beragam akar, seperti teori Marxian dan karya Simmel tentang
konflik sosial. Masalah utama teori konflik adalah ia tidak pernah berhasil memisahkan
dirinya dari akar-akar struktural-fungsional. Teori ini lebih sebagai salah
satu jenis fungsionalisme struktural yang memalingkan mukanya ketimbang sebagai
teori masyarakat yang benar-benar kritis.
Asumsi
teoritis struktural konflik:
a) Masyarakat terbentuk atas dasar konflik kepentingan.
b) Dorongan anggota-anggota masyarakat menghasilkan
perubahan.
c) Hubungan antarwarga masyarakat bersifat devisive.
d) Ciri oposisi lebih menonjol dalam hubungan sosial.
e) Konflik struktural menjadi bagian dari peubahan sosial
dalam masyarakat.
f) Masyarakat juga ditandai oleh diferensiasi sosial yang
semakin berkembang.
g) Soscial
disorder menyebabkan masyarakat menjadi
dinamis.
Teori
Konflik dalam Pandangan Ralf Dahrendorf
Asumsi yang mendasari teori sosial
non-Marxian Dahrendorf antara lain: (1) manusia sebagai makhluk sosial
mempunyai andil bagi terjadinya disinntegrasi dan perubahan sosial; (2)
masyarakat selalu dalam keadaan konflik menuju proses perubahan.
Fenomena sosial yang dijelaskan
meliputi: (1) konflik atau dominasi dalam hal ekonomi dan politik; (2) konflik
tidak bisa dihilangkan atau diselesaikan, tetapi hanya bisa diatur; dan (3)
proses konflik dapat dilihat dari intensitas dan sarana (violence/kekerasan).
Fungsi konflik menurut Dahrendorf
sebagai berikut:
(1) membantu
membersihkan suasana yang sedang kacau
(2) katub
penyelamat berfungsi sebagai jalan keluar yang meredakan permusuhan
(3) energi-energi
agresif dalam konflik realitas (berasal dari kekecewaan) dan konflik tidak
realitas (berasal dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan), mungkin
terakumulasi dalam proses interaksi lain sebelum ketegangan dalam situasi
konflik diredakan
(4) konflik tidak selalu berakhir dengan rasa
permusuhan
(5) konflik dapat
dipakai sebagai indikator kekuatan dan stabilitas suatu hubungan
(6) konflik dengan
berbagai outgroup dapat memperkuat
kohesi internal suatu kelompok
Bagi Dehrendorf, tugas pertama
analisis konflik adalah mengidentifikasi beragam peran otoritas dalam
masyarakat. Otoritas bukanlah sesuatu yang bersifat konstan, karena otoritas
terletak pada posisi, buka pada orang. Jadi, seseorang yang memegang otoritas
pada satu setting tidak berarti
menduduki posisi sebagai pemegang otoritas pada setting lain.
Secara ringkas, Dahrendorf
menyatakan bahwa sekali kelompok-kelompok konflik muncul, mereka terlibat dalam
tindakan-tindakan yang memicu perubahan dalam struktu sosial. Tatkala konflik
makin intens, perubahan yang terjadi pun makin radikal. Jka konflik yang intens
itu disertai pula dengan kekerasan, perubahan struktural akan terjadi dengan
tiba-tiba. Jadi, apa pun sifat dasar konflik yang terjadi, sosiolog harus
menesuaikan diri dengan hubungan konflik dengan perubahan maupun konflik dengan
status quo.
INTERAKSIONISME SIMBOLIS
Karakteristik dasar teori ini adalah
suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan
hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi yang terjadi antar-individu
berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Realitas sosial
merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam
masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar-individu itu berlangsung secara
sadar. Interaksi simbolik juga berkaitan dengan gerak tubuh, antara lain suara
atau vokal, gerak fisik, ekspresi tubuh, yang semuanya itu mempunyai maksud dan
disebut dengan “simbol”.
Teori interaksi sosial sering
disebut juga sebagai teori sosiologi interpretatif. Selain itu, teori ini
ternyata sangat dipengaruhi oleh ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial.
Teori ini juga didasarkan pada persoalan konsep diri.
Gagasan
George Herbert Mead
Mead memandang perbuatan sebagai “unit paling inti” dalam
teorinya. Seperti yang dikatakan Mead, “Kita memahami stimulus sebagai situasi
atau peluang untuk bertindak, bukan sebagai paksaan atau mandat”. Mead
mengidentifikasi empat tahap dasar yang terkait satu sama lain dalam setiap
perbuatan, keempat tahap tersebut antara lain:
Impuls. Tahap pertama
adalah impuls, yang melibatkan
“stimulasi indrawi langsung” dan reaksi aktor terhadap stimulasi tersebut,
kebutuhan untuk berbuat sesuatu.
Persepsi. Tahap kedua
perbuatan adalah persepsi, di mana
aktor mencari, dan bereaksi terhadap, stimulus yang terkait dengan impuls, yang
dalam hal ini adalah rasa lapar dan berbagai cara yang ada untuk memuaskannya.
Manipulasi. Tahap ketiga
adalah manipulasi. Begitu impuls
mewujudukan dirinya dan objek telah dipersepsi, tahap selanjutnya adalah
manipulasi objek, atau lebih umum lagi, mengambil tindakan dalam kaitannya
dengan objek tersebut.
Konsumasi. Tahap
terakhir perbuatan, yaitu konsumasi, atau
lebih umum lagi, mengambil tindakan yang akan memuaskan impuls awal.
Menurut pandangan Mead, gesturmerupakan mekanisme dasar dalam
perbuatan sosial dan dalam proses sosial pada umumnya. Sebagaimana definisinya,
“gestur adalah gerak organisme pertama yang bertindak sebagai stimulus khas
yang mengundang respons yang sesuai (secara sosial) dari organisme kedua.
Simbol signifikan adalah jenis
gestur yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. Gestur baru menjadi simbol-simbol signifikan manakala dia
membangkitkan di dalam diri individu pelaku gestur itu respons-respons yang
juga dia harapkan akan diberikan oleh individu yang jadi sasaran gestur yang
dia lakukan (walaupun bentuk respons itu tidak mesti identik).
Fungsi gestur adalah “memungkinkan
terjadinya penyesuaian individu yang menerima dampak dari perbuatan sosial
tertentu dengan merujuk pada satu atau beberapa objek yang terkait dengan
perbuatan tersebut”.
Simbol-simbol signifikan pun
memungkinkan terjadinya interaksi
simbolis. Jadi, orang dapat berinteraksi dengan sesama tidak hanya melalui
gestur namun juga melalui simbol-simbol signifikan.
Komentar
Posting Komentar